Tak Ada Jihad Tanpa Kemandirian

“Lelaki Membutuhkan Jihad, Jihad Membutuhkan Dana” Dr Abdullah Azzam

Dalam sebuah aktivitas bernama dakwah. Saya telah cukup merasakan begitu banyak pelajaran dari pengalaman demi pengalaman yang saya lalui. Hingga disuatu waktu saya ingin coba fokus kepada dakwah yang area lahannya anak muda. Baik itu komunitas musisi, art work dan sebagainya. Coba merintis beberapa komunitas yang secara mindset saya berharap komunitas ini bisa menjadi barometer untuk member warna positif ke lingkungan, setelah sebelumnya saya menyadari banyak pergeseran nilai nilai pergaulan dari perkembangan zaman yang ada.

Namun apapun cita cita dan gagasan demi gagasan yang kita miliki untuk memperbaiki masyarakat. Bab implementasi dari ide dan gagasan ternyata tidak sesimple yang kita perkirakan. Semakin kesini sayapun semakin sadar, seorang puber gerakan akan terus berteriak didalam sebuah demonstrasi massa, tapi generasi produktif justru lebih banyak berdiam lisan. Namun nalar nuraninya telah menggerakkan tubuh untuk bergerak setelah otaknya berpikir keras tentang sajian implementasi dari nilai nilai produktifitas gerakan.

Inilah yang selalu menguat didalam hati saya, pada akhirnya diam tidak selamanya berarti tunduk patuh, karena mengalah tidak selalu menjadi gambaran sebuah kekalahan. Dan begitupun kesadaran ini membangunkan saya untuk memilih diam dan tidak menyesalinya. Seperti nasehat seorang sahabat kepada saya “Diam itu mungkin tidak seberharga emas, tapi diam bisa lebih berbahaya dari timah panas”

Sejak saat itu, saya semakin jarang hadir di panggung - panggung yang didominasi retorika. Baik demonstrasi, mengisi pelatihan hingga manggung sebagai rapper. Saya lebih memilih berjibaku dengan panas dan jalanan, untuk menjinakkan spekulasi dari omong kosong kerasnya kehidupan untuk mengimplementasikan kenyakinan masalah hanya sebesar cara berpikir saya.

Antara Ideologi Dan Kebutuhan Sehari – hari


Ini terjadi pertama kali di dalam hidup saya. Dan saya berharap ini juga jadi yang terakhir kali. Sangat berbeda kondisi berjuang ketika saya belum menikah dan sesudah saya menikah. Seorang bujangan bergerak tanpa memiliki beban menafkahi istri dan anak. Jelas pada saat bujangan dulu saya menikmati militansi dakwah saya begitu bebas dan jauh lebih ringan karena kewajiban menafkahi saya hanya untuk diri saya sendiri.

Namun saat saya telah menikah, kondisi menjadi 180 derajat berubah. Terlebih setelah anak pertama saya lahir. Saya tidak lagi bisa berbicara mewakili diri saya, karena pada halaman baru kehidupan bernama pernikahan ini, level untuk mengangkat amanah dakwah telah ditambah oleh Allah yaitu keluarga.

Dan yang paling mengesalkan adalah suatu ketika saya terpleset dalam masalah keamanahan. Sejujurnya saya melakukan korupsi yang pada awalnya sebenarnya saya tidak memiliki niat apapun untuk korupsi tapi tetap saja itu sebuah korupsi. *Tampar Diri Sendiri!!!

Saya orang yang suka all out dalam berdakwah, termasuk dalam masalah mensubsidi dana untuk kegiatan dakwah. Saya yakin setelah saya tahu bahwa semua ayat mengenai JIHAD didalam al qur’an ketika bicara pengorbanan, Allah Swt selalu memulai perintahnya didalam Al Quran dengan kalimat “Berkorbanlah dengan Harta dan Jiwamu” bukan dengan kalimat “Berkorbanlah dengan jiwa dan hartamu”

Ayat – ayat pengorbanan Jihad didalam Al Qur’an baru mencerdaskan kepekaan saya. Suatu ketika saya dititip amanah sebesar Rp. 6.000.000 untuk sebuah kegiatan komunitas. Pada kondisi yang sama istri saya terserang usus buntu. Saya sangat butuh uang untuk berobat, astagfirullah…inilah cobaan dari sesungguh cobaan yang cukup berat dalam hidup saya. Pantang bagi saya menggunakan uang yang bukan hak saya kecuali dengan izin berhutang.



Teringat saya pada film Mihrab Cinta dari sutradara Habibburahman El Shirazy, dimana seorang santri terpaksa mencopet karena sebuah kondisi dimana ia terjebak pada sebuah kondisi yang serba salah. Uniknya dia mencatat nama orang – orang yang dicopetnya, lalu menyimpan alamat mereka dan mengganti uang uang tersebut dengan mengirimkan via pos saat peran utama yang dimain oleh Dude Herlino itu telah menjadi ustad sukses.

Selalu haru setiap menonton film itu. Karena sebelum Kang Abik menulis Novel Mihrab Cinta. Saya justru sudah pernah terjebak pada kondisi tersebut. Uang Rp. 6.000.000 tersebut saya laporkan Rp. 3.000.000. Lalu dimana Rp.3.000.000 lainnya? Saya gunakan untuk biaya periksa dan menebus obat. Hingga istri saya agak mendingan saya gunakan untuk membeli kebutuhan obat obat herbal thibbun nabawi untuk pemulihan selanjutnya.

Di dalam otak saya saat itu, nanti kalau ada uang saya akan menggantinya dan mengembalikannya ke teman – teman komunitas dan meminta maaf. Namun tidak semudah itu, Allah menjaga saya, saya yakin Allah tidak mau saya terjebak larut dalam kebiasaan ini. Karena budaya korupsi itu sama dengan budaya maling, dalam bahasa anak jalanan kami menyebutnya Klepto (mencuri). Sifat Klepto itu kalau sudah tidak ketahuan sekali biasa mau coba lagi lagi dan lagi. Alhamdulillah Allah menjaga saya, Allah menjaga saya dengan membuka aib saya ini sangat lebih cepat dari dugaan saya yang sudah coba menutupinya.

Singkatnya komunitas mengetahui mengenai ini, dan pertengkaran menjadi larut dan rusaknya ukhuwah. Ini tidak baik, dakwah tercoreng karena satu kebodohan yang sering kita topengi dengan bahasa khilaf dan sebagainya.

Sejak kejadian itu saya berhijrah, lalu melakukan muhasabah dan berpikir sejenak, apa yang salah dengan pola gerakan ini? Belajar aqidah? Udah…..Belajar dan terus memperbaiki ibadah juga udah. Berjamaah juga sudah. Saya mengerti setelah saya mengingat apa yang dikatakan oleh DR.Abdullah Azzam “Lelaki Membutuhkan Jihad Dan Jihad Membutuhkan Dana”.

Ya Dana…ini dia permasalahannya, saya selama ini melupakan satu aspek penting dalam Dakwah dan Jihad yaitu pendanaan. Jika mau saya terjemahkan lebih dalam lagi saya lebih suka menyebutnya energy kemandirian. Banyak dari kita begitu semangat bicara perang, tapi sedikit yang mau peka membahas bekal untuk peperangannya. Banyak dari kita mahir bicara memenangkan perang tapi sedikit yang bisa menguasai strateginya. Saya sadar pada akhirnya memang benar membangun sebuah tim lebih sulit daripada memenangkan sebuah perang. Membicarakan teknis itu jauh lebih mudah daripada membangun perangkat sistem pendukungnya.

sistem inilah titik yang akhirnya saya temukan. Setelah kekuatan Fikriyah (Aqidah), lalu Ruhiyah (Ibadah) dan Jasadiyah (Idad). Ada satu aspek penting yang selama ini kurang saya perhatikan yaitu menyiapkan perbekalan. Managerial gerakan saya ternyata jauh lebih dalam menyadari ada level militansi dimana Allah melalui kejadian dilematis yang telah saya jelaskan diatas membawa saya memasuki sebuah fase yang lebih tinggi dan lebih menantang. Yaitu menggagas realisasi kemandirian yang produktif

Sejak saat itu saya berazzam, bukan hanya menyerang, bertahan dan mengelola bola dalam sebuah pertandingan sepakbola. Peran pelatih dan managerial komponen Club Sepakbola ternyata juga bagian dari pertandingan sepakbola yang tak boleh kita lewatkan. Maka saya mulai menyusun ulang strategi gerakan ini. Dan satu bab yang saya mulai tekuni setelah semua fase tarbiyah yang saya lewati adalah BISNIS!

Mari Bicara Bisnis

Bisnis membutuhkan kejujuran, kesabaran, keberanian, dan kreatifitas.. Jiwa para pendakwah dan pebisnis gak jauh beda. Bisnis juga menjadi salah satu bagian dari aset dakwah yang berfungsi sebagai penopang laju gerakan dalam hal pembiayaan. Percayalah hakikat dari Rahmatan Lil ‘Alamin adalah keberkahan, unsur prinsip dari keberkahan adalah bermanfaat bagi orang lain. Maka saya semakin yakin kebermanfaatan baru ada jika kita sudah memiliki mental dan semangat kemandirian. Tidak akan pernah ada kesejahteraan jika kita tidak mau memulai kemandirian di dalam diri kita. Begitu juga tidak akan pernah ada Jihad tanpa ada kemandirian.

Saya memiliki dendam besar bukan untuk orang lain, tapi untuk saya sendiri. Kebencian terbesar saya adalah kepada keterbatasan di dalam diri saya sendiri. Tak ada manusia yang lahir sebagai penjahat di muka bumi. Tapi karakter dan kepribadian juga terbentuk dari factor lingkungan dan keadaan yang mendukung. Jika kita tidak memiliki imunitas dan benteng untuk menjaga diri, bukan tidak mungkin kejahatan terbesar yang terjadi dimuka bumi ini terjadi bukan karena kejahatan itu ada, tapi karena kita telah memberikan ruang dan celah untuk dia hadir sebagai sebuah karakter di dalam diri kita.

Dulu saya berpikir, seorang istri yang sabar akan masuk surga saat menemani seorang suami berjuang di Allah. Namun seorang suami pasti bodoh sekali jika ia menjadikan alasan dakwah dan jihad sebagai senjata agar dia dimaklumi sang istri untuk tidak mencari nafkah.

Saya dengan semua keterbatasan hidup saya bertarung baik secara batin maupun secara nyata. Rasa bersalah kepada kawan – kawan tersebut kini telah berubah menjadi energi untuk membuktikan bahwa saya belum berakhir!

Dragonball Seiya tingkat 3

Ini seperti melihat film dragonball. Saat Goku harus berhadapan dengan lawan beraneka ragam. Semakin tinggi bab cerita dragonball, persis seperti setelah Goku selesai berhadapan dengan lawan demi lawan maka pasti akan hadir lawan – lawan yang lebih berat.

Tapi walau hidup tidak sekartun dragonball dengan obat kacang ajaib yang bisa menyembunyikan babak belur dalam sekejap. Saya merasa, proses pendewasaan diri saya sebagai seorang muslim terus berlanjut. Setiap pengalaman yang mempertemukan saya dengan hal – hal baru, telah memberikan nasehat dan membuka mata saya tentang bagaimana menempatkan diri pada hidup yang sesungguhnya. Kesalahan saya menggunakan uang amanah yang bukan hak saya,walau dengan alasan darurat tetap salah. Karena lelaki sejati harus mengerti bahwa alasan hanya untuk pecundang.

Berbisnis mulai dari membuka distro punk, jualan buku – buku Islam, membuat brand clothing muslim, bisnis pulsa elektrik, bisnis herbal, gas 3 kg dan hari ini saya coba meramba ke bisnis kuliner. Jatuh bangun, rugi bahkan bangkrut sudah saya rasakan. Tapi medan bisnis ternyata menjadi medan menarik untuk saya. Setelah kejadian dari kesalahan buruk saya menggunakan uang yang bukan hak saya diatas tersebut saya sadar, sudah waktunya saya merubah paradigma saya tentang kezuhudan. Hari ini kezuhudan bagi saya adalah bagaimana saya bisa mengeluarkan zakat minimal Rp.100.000.000 pada waktu wajibnya. Boleh jadi ini sebuah mimpi, tapi kemerdekaan Indonesiapun dan semua kisah sejarah keemasan dunia banyak yang dimulai dari sebuah mimpi.

Solusi Ustman Bin Affan

Rasulullah SAW menyampaikan khutbahnya di hadapan para sahabat. Beliau menyampaikan permasalahan yang di hadapi Ummat, yaitu selalu kesulitan air saat musim Kemarau. Satu-satunya sumber air yang ada dikuasai oleh Yahudi. Masyarakat harus mengeluarkan biaya tinggi untuk membeli air setiap musim Kemarau. Maka Rasulullah SAW meminta para sahabatnya untuk mencari solusinya.

Mendengar Khutbah Rasulullah tersebut, Utsman bin Affan merasa bahwa Rasulullah meminta dirinya untuk menyelesaikan masalah itu. Maka Ustman pun menemui Yahudi pemilik sumber air itu dan menawar untuk membelinya dengan harga tinggi. Namun si Yahudi bersikeras tidak mau menjualnya, meskipun telah ditawar dengan harga berkali lipat. Utsman berpikir keras bagaimana melobi Yahudi.

Akhirnya, Utsman bernegosiasi dengan Yahudi dan menawar untuk menjual setengahnya saja dengan harga tinggi. Dengan cara ini, si Yahudi tetap bisa menjualnya. Agar mudah dan adil, sumur itu dikuasai secara bergantian, sehari Oleh Yahudi dan sehari oleh Utsman. Ternyata, usaha Utsman berhasil, Yahudi itu menerima tawaran Utsman.

Maka, keesokan harinya Utsman mengumumkan kepada kaum Muslimin agar mengambil air pada hari kedua, dimana sumur itu dikuasainya, gratis tanpa dipungut biaya sepeserpun. Maka semua kaum muslimin mengambil air pada hari itu untuk keperluan 2 hari kedepan sehingga tidak perlu membeli lagi kepada Yahudi. demikian seterusnya sampai akhirnya Yahudi itu tidak berkutik lagi karena tidak ada yang membeli air kepadanya. Akhirnya dia menawarkan kepada Utsman untuk membeli semua sumur itu. maka Utsman pun membelinya dan menginfakkannya untuk kaum muslimin.

Dari sini saya mencerna sebuah kekuatan baru dari dakwah dan jihad dan sesungguhnya. Dimana saya mulai berpikir untuk mendiamkan kapitalisme bukan karena menolak melawan, tapi saya ingin membuat sebuah solusi solusi ekonomi yang kongkrit bukan kongres. Disini saya mencerna tantangan dimana saya berpikir untuk merubah setiap bom, AK47, pentungan dan pedang saya menjadi beberapa gerobak kuliner. Lalu memberdayakan mereka yang telah di incar oleh pemurtadan untuk menjadi karyawan di perusahan saya.

Dari cerita ustman inilah saya terinspirasi sejak saya melihat para istri yang ditinggal suami karena syahid di jalan Allah atau karena ditangkap dan dibunuh oleh para makelar thagut dan tirani militer yang tak pernah memihak kepada umat Islam. Kini tidak sedikit dari para istri tersebut kebingungan masalah menafkahi keluarga sejak tulang punggung keluarga mereka tak ada dirumah. Betapa dzalimnya diri saya ketika saya mati lebih dulu lalu meninggalkan hutang dan menambah beban istri saya ketika ia harus mengurus anak dan mencari nafkah tanpa hadirnya saya disisinya.

Dari situlah saya berpikir untuk melatih kemandirian enterpreuner keluarga baik saya maupun istri – istri saya. Hingga jika suatu saat saya lebih dulu pergi meninggalkan mereka, saya sudah yakin bahwa mereka mampu survive tanpa saya karena mereka sudah memiliki skill kehidupan mandiri yaitu berdagang dan menjadi pebisnis sukses seperti Siti Khadijah ra.

Ada ruangan dimana saya bercita – cita untuk tidak lagi bekerja untuk orang lain, tapi saya ingin mempekerjakan orang lain diperusahaan saya. Saya tahu saya belum bisa memberikan solusi untuk mengatasi kemiskinan umat ini, tapi setidaknya jika saya memiliki dua buah gerobak yang bisa diberdayakan untuk dua orang karyawan, maka saya tetap bersyukur pada Allah bahwa pada hari ini saya telah mengurangi angka pengangguran di Indonesia, walau saya baru bisa membantu mengurangi kemiskinan bangsa ini dengan membuka lowongan pekerjaan bagi 2 orang terlebih dahulu.

Hingga pada harapan dimana saya berazzam untuk tidak mengulangi hal yang sebenarnya saya tidak ingin itu terjadi, seperti penggunaan uang yang bukan hak saya seperti yang sudah dijelaskan diatas. Ya itu tak boleh terjadi lagi. Ke depan saya bercita – cita untuk mensubsidi gerakan gerakan dakwah yang menjadi bagian dari mobilisasi ini.

Saya bukan hanya ingin menjadi Khalid bin walid ra ketika memimpin pertempuran dan memenangkan kejayaan islam menembus benua. Saya bukan hanya ingin menjadi Abu Bakar As Shidiq dengan kematangan managemen kenegarawanannya. Seperti saya juga tidak mau hanya menjadi zuhud seperti Abu Dzar dengan semua kerendahan hatinya. Namun saya juga ingin membeli s’umur sumur raudah’ yang saya lihat disekitar saya. Saya ingin membebaskan budak seperti Abu Bakar As Shidiq membeli Bilal Bin Robah ra, atau seperti Abdurahman bin Auf yang telah memberdayakan lapangan pekerjaan terbesar bagi masyarakat muslim saat itu. Hingga kita tak perlu lagi mengumpulkan pelepah kurma untuk berangkat berjihad terlebih mengkhawatirkan makanan yang habis didapur istri kita jika kita tidak mencari nafkah. Inilah inspirasi kemandirian bagi saya.

Dan Sekali lagi saya katakan Percayalah hakikat dari Rahmatan Lil ‘Alamin adalah keberkahan, unsur prinsip dari keberkahan adalah bermanfaat bagi orang lain. Maka saya semakin yakin kebermanfaatan baru ada jika kita sudah memiliki mental dan semangat kemandirian. Dari sinilah halaman baru kehidupan telah makin tercerahkan, pendewasaan telah hadir lebih matang dan matang lagi. Maka khatamlah pemahaman saya setelah ini untuk mentafsirkan nasehat DR Abdullah Azzam “Lelaki Membutuhkan Jihad, Jihad Membutuhkan Dana”.

Selamat memulai bisnis sahabat sekalian…
Selengkapnya...